Dikutip dari buku :
Judul : Boleh dogn salah
[Boleh dong salah]
Penulis : Irfan AmaLee
Cet. 1.— Bandung: DAR! Mizan, 2006.
ISBN 979-752-463-9
Isi buku ini terdiri dari 5 BAB. Setiap BAB nya isinya
menarik banget .. ASLI .. cocok deh buat bacaan kamu-kamu, iyyaaa kamu... pas
lagi ada waktu longgar sambil nge-teh kek apa kek hehe... Apalagi kamu juga bisa
download buku ini versi e-booknya, so praktis banget bisa disimpen di
smartphone kamu jadi setiap ada kesempatan kamu bisa sesekali baca. Karena
menurut aku kalian perlu deh baca, soalnya pokok bahasannya dalem banget. Ini
buku kayaknya sih WAJIB DIBACA BUAT
PARA PERFEKSIONIS . Oke langsung aja tanpa basa-basi, pada kesempatan
kali ini aku bakalan share isi BAB ke 4 dari buku ini. Cekidot. Have fun yaa ^_^
BAB 4 - MAAFIN,
DONG !
~0~
“MAAF” HARUS SELALU READY
STOK
Cobalah lihat kamus
setiap bahasa dunia. Pasti di sana selalu ada kata maaf. Kayaknya, nggak ada
satu bahasa pun di dunia yang nggak punya kata maaf. Orang-orang zaman dulu,
yang pertama kali bikin bahasa, pasti sudah menyiapkan kata ini karena mereka
sadar kalau manusia pasti memerlukannya. Seandainya manusia nggak pernah berbuat
salah, pasti kata maaf nggak bakal ada dalam bahasa manusia. Cuma di kamusnya
malaikat yang nggak ada kata maaf. Soalnya, mereka memang nggak pernah
melakukan kesalahan.
Di dalam bahasa Arab,
maaf adalah afwan yang asal katanya dari ‘afa. Kata ‘afa ini makna dasarnya,
sih, sesuatu yang berlebih. Misalnya, kamu punya baju sepuluh stel, tapi lemari
kamu cuma muat 7 stel; nah, kelebihan baju itu harus kamu berikan. Jadi, kata
‘afa identik dengan memberikan kelebihan yang kita miliki.
Begitu juga arti
maaf. Kita harus selalu punya stok maaf yang buanyak, yang selalu siap untuk
dibagikan kepada setiap orang yang melakukan kesalahan kepada kita. Makanya,
untuk masalah maaf-memaafkan, nggak ada istilah “tiada maaf bagimu”.
‘Afa dalam bahasa
Arab bisa juga berarti “menghapuskan”. Biasanya, kata ‘afa ini dimisalkan
dengan jejak kaki di padang pasir yang terhapus disapu angin atau air, nggak berbekas
sama sekali.
Nah, begitu juga
sifat maaf. Kalau kita sudah memafkan kesalahan, nggak usah lagi ada sisa
dendam atau unek-unek di dalam hati. Kalau mulut sudah memberi maaf, tetapi di
hati masih ada sisa dendam atau kesel; berarti kamu belum memaafkan.
Eh, kalau kita bisa
memahami kata maaf sampe dalam, sebetulnya, maaf ini satu ramuan ajaib yang
membuat hidup kita jadi plong. Kalau sudah jago memaafkan, pasti hati kita
bakalan kinclong. Nggak ada rasa kesal atau dendam. Hidup ini dijamin cerah
sumringah. Ingat nggak lagunya Armand Maulana yang bunyinya kayak gini, “Seandainya
kita bisa saling memaafkan ....”
Kalau nggak bisa
memaafkan kesalahan diri kita dan orang-orang di sekitar kita, berarti kita
memungkiri kemanusiaan kita. Kalau nggak pernah mau memaafkan, sama aja kamu
menganggap diri kamu malaikat yang dikelilingi malaikat lain yang nggak pernah
berbuat salah.
Gini aja deh, kalau
masih susah memaafkan, cepetan sadari bahwa diri kamu dan orang-orang di
sekitarmu itu manusia juga, yang nggak pernah bisa bebas dari salah. Pasti kamu
sudah tahu kalau kebanyakan sikap frustasi berawal dari sikap nggak bisa
memaafkan kesalahan.
Banyak remaja yang
terlibat narkoba gara-gara nggak bisa memaafkan kesalahan ortunya. Dia kesal,
trus mengutuk ortunya sekaligus mengutuk hidupnya. Akhirnya, dia lari dari
kenyataan, lalu masuk ke alam imajinasi narkoba.
Kamu juga pasti
sudah tahu kalau banyak anak cewek jadi lesbian gara-gara dia pernah dikecewain
sama cowoknya. Kesalahan cowoknya membuat dia kehilangan kepercayaan sama semua
cowok di dunia dan dia memutuskan untuk menjalin kasih sama sesama jenis. Kalau
kita nggak bisa memaafkan diri kita, kejadiannya bakal kayak remaja di Jepang
yang gampang banget bunuh diri, kayak cerita berikut ini ....
~0~
PLEASE... FORGIVE ME
!!! JANGAN BUNUH DIRI !!!
Hidup bisa jadi
kusut kalau kita nggak bisa memaafkan kesalahan orang lain atau kesalahan diri
sendiri. Hati kita bakal dipenuhi kutukan, penyesalan, dan rasa dendam. Kalau
sudah gitu, hidup jadi nggak menarik untuk diterusin. Akhirnya, bunuh diri,
deh, kayak anak-anak Jepang.
Kehidupan di Jepang
yang makin ketat membuat orang nggak boleh bikin salah atau gagal. Sistem
sosial di sana nggak memberi peluang buat orang-orang yang gagal. Jepang cuma
buat orang-orang sukses. Setiap orang menekan dirinya buat mencapai kesuksesan.
Akhirnya, orang-orang yang merasa gagal nggak punya kesempatan untuk memaafkan
kegagalannya. Sebagai sanksinya, mereka menghukum diri dengan pamitan sama
dunia ini. Mereka bunuh diri, Man!
Beberapa waktu
lalu, polisi Jepang telah menemukan mayat sembilan remaja yang diyakini bunuh
diri bersama. Tujuh mayat ditemukan di sebuah mobil yang diparkir di wilayah
pinggiran sebelah barat Tokyo, sedangkan dua lainnya ditemukan di sebuah mobil
di selatan ibu kota Jepang itu.
Sumber informasi
adalah seseorang yang menjadi teman kelompok itu. Ia menerima e-mail yang
memberitahukan rencana bunuh diri. Mereka tampaknya meninggal karena keracunan
karbon monoksida setelah menyalakan tungku arang di dalam mobil van.
Jenazah dua orang
yang diduga korban bunuh diri, ditemukan di daerah pinggiran Tokyo yang lain
pada waktu yang sama. Polisi yakin, mereka melakukan kontak satu sama lain
melalui salah satu dari belasan situs bunuh diri yang muncul di Jepang beberapa
tahun ini.
Situs-situs
tersebut menawarkan saran dan teknik bagi mereka yang ingin merencanakan bunuh
diri, tetapi nggak melakukannya sendiri. Situs-situs itu menjadi media “janjian”
untuk bunuh diri bersama (Jadi, yang bersama itu bukan cuma buka puasa, bunuh
diri juga ada bunuh Kesalahan dan kegagalan adalah sahabat kesuksesan dan hidup
itu sendiri. diri bersama!). Tahun lalu, angka bunuh diri di Jepang mencapai
rekor tertinggi yaitu 34 ribu orang lebih.
Fakta tersebut
sudah cukup kuat buat kamu renungkan. Itulah salah satu dampak dari sikap nggak
bisa memaafkan diri sendiri, ditambah sistem sosial yang nggak bisa menerima
kegagalan. Apa pun alasannya, bunuh diri itu bukan solusi terbaik. Kesalahan
dan kegagalan adalah sahabat kesuksesan dan hidup itu sendiri. Kita masih punya
banyak kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan membalas kegagalan. Kalau orang-orang
di sekitar kita nggak bisa menerima kesalahan, kejadiannya bakal seburuk yang
dialami Escobar yang akan saya ceritakan di tulisan berikutnya ....
~0~
DOR !!! UNTUK SEBUAH KESALAHAN NGGAK DISENGAJA
Hidup ini memang
kejam! Mungkin, begitu kata Andreas de Escobar jika dia masih sempat
mengungkapkan isi hatinya sebelum mengembuskan napasnya yang terakhir. Andreas
Escobar mati muda di usia 24 tahun setelah dua belas peluru menembus tubuhnya
sebagai imbalan dari kesalahan yang betul-betul nggak disengaja.
Andreas Escobar
mencetak gol bunuh diri ke gawang Columbia dan menyebabkan timnya keok oleh
kesebelasan Amerika dengan skor 1-2. Mungkin, kalau kamu pecandu bola, pasti
ingat kejadian memilukan pada Piala Dunia 1994 ini.
Semua orang
memahami perasaan suporter Columbia yang kecewa berat akibat tim pujaannya
tersisih dari ajang Piala Dunia 1994. Kita juga masih bisa memaklumi jika semua
telunjuk tertuju pada Escobar, sang Biang Kekalahan. Tapi, mari tanya hati
nurani kita, apakah nyawa seorang manusia harus dikorbankan untuk membayar
kekecewaan itu? Kayaknya, itu keterlaluan, deh!
Akan tetapi, itulah
wajah persepakbolaan Columbia yang disokong duit-duit mafia narkoba. Para
cukong dan bandar nggak rela tim yang mereka danai kalah, apa pun alasannya.
Mereka merasa berhak menghukum orang yang mereka anggap salah. Pada 2 Juli
1994, seorang dari mafia menemui Escobar di sebuah bar di salah satu Kota Medelin.
“DOR! DOR! DOR!”
Sepak bola cuma
sebuah permainan, bisa terjadi ratusan gol indah dan ratusan kesalahan yang
nggak terduga. Tetapi, hidup Escobar, hidup seorang manusia, bukan permainan.
Sebuah kehidupan yang harganya jauh lebih mahal daripada sekadar permainan
sepak bola.
Mungkin aja,
Escobar bermain sepak bola untuk mencari kehidupan yang lebih layak di sebuah
negara miskin kayak Columbia. Mungkin aja, keluarganya hidup dari uang hasil
jerih payah Escobar di lapangan.
Kesalahan Escobar
sebagai seorang pemain belakang, nggak ada bedanya dengan kesalahan seorang
penulis yang salah ketik atau koki yang masakannya terlalu asin— sebuah
kesalahan yang wajar dilakukan setiap orang dalam bekerja.
Orang yang menembak
Escobar pastilah jenis orang yang nggak biasa menerima kesalahan orang lain.
Jenis orang ini selalu menghendaki orang lain berlaku seperti yang ia inginkan.
Otoriter. Dia sama sekali nggak mengizinkan orang lain melakukan kesalahan
sedikit pun. Kalau ada orang lain yang coba-coba bikin salah, dia pasti akan memberikan
perhitungan yang jauh lebih dahsyat dari kadar kesalahan yang dia hukum. Tipe
orang kayak gini bisa bahaya banget kalau jadi guru. Pasti banyak murid yang
kena sanksi dan hukuman.
Jenis orang kayak
gitu, di kamusnya cuma ada dua kata: benar atau dihukum. Kalau kamu nemuinorang
kayak gitu, suruh aja dia minggat dari kehidupan manusia. Suruh dia hidup sama
malaikat yang nggak pernah berbuat salah. Atau, kalau gatel pengin nyalurin hasrat
ngehukum orang, suruh dia pergi ke neraka. Di sana, dia pasti puas ngehukum orang.
Sikap kita terhadap
orang yang berbuat salah seharusnya seperti sikap Maimun bin Mahram. Dia itu
sufi besar yang selalu merasa kasihan terhadap orang yang berbuat salah. Dia
pernah berkata, “Demi Allah, aku rela kulitku digunting, asalkan tidak ada
seorang pun yang berbuat dosa.”
Dia bakal jatuh
sakit kalau mengetahui ada sekelompok orang yang berbuat dosa. Sebaliknya, jika
ada orang bertobat, dia bakal kembali sembuh. Semua itu karena sikap empati
yang dalam banget. Dia tahu pasti, orang yang berbuat salah itu memerlukan
kasih sayang. Mereka perlu bantuan untuk memperbaiki kesalahannya, bukannya
dihukum.
~0~
KATA MAAF PALING MAHAL DIDUNIA
Stok maaf seorang
ibu itu punya nilai yang sangat mahal. Kalau kita berbuat salah sama ibu, terus
ibu kita nggak ngasih maafnya sama kita, bisa berabe akibatnya. Si Malin Kundang
anak durhako adalah buktinya. Dia dikutuk jadi batu gara-gara ibunya nggak
maafin anaknya yang jadi tajir, tapi nggak ngakuin maminya.
Waktu zaman Nabi
juga pernah terjadi peristiwa yang mirip dengan kisah Malin Kundang.
Waktu itu, ada
seorang laki-laki yang sedang meregang nyawa, sekarat. Lama ditunggu, nyawanya
nggak juga lepas dari tubuhnya. Para sahabat yang melihat kejadian itu langsung
melapor kepada Rasul. Setelah melihat peristiwa itu, Rasul langsung meminta
untuk menghadirkan ibu dari orang yang sekarat itu.
Setelah hadir di
sisi anaknya, ibu itu ditanya, “Apakah anak itu pernah melakukan kesalahan yang
belum Ibu maafkan?”
Si ibu mengiyakan.
Anaknya itu pernah melakukan suatu kesalahan dan dia nggak bisa memaafkan kesalahan
itu, bahkan dia berjanji nggak bakalan memaafkannya sampekapan pun.
Rasul mengerti
perasaan si ibu itu, tetapi Rasul juga mencoba memberi pengertian kepada si
ibu. Kalau si ibu nggak kasih maaf, tuh, anak; si anak bakal terus tersiksa
dalam keadaan sekarat. Tahu nggak, sekarat itu sakit banget. Makanya, orang sekarat
selalu terlihat tersiksa.
Awalnya si ibu
keberatan, tapi akhirnya kata maaf meluncur dari mulutnya. Nggak lama kemudian,
nyawa anaknya terlepas dengan mudah dari raganya. Itulah, kata maaf dari ibu
begitu berharga sekaligus “berbisa”. So, don’t try it at home it’s very dangerous!
Tapi inget, suatu
ketika, kalau jadi ortu; kamu juga jangan mentang-mentang punya kekuasaan, lalu
semenamena menahan kata maaf buat anak kamu. Seperti yang sudah dibahas
sebelumnya, kata maaf itu harus selalu ready stok. Dia siap dibagikan kapan pun
diminta.
Kalau kata maaf itu
sudah diberikan, jangan ada sisa dendam di hati sebab maaf itu seperti angin
yang menghapuskan jejak kaki di padang pasir—nggak ada bekasnya. Kalau pelit
membagi kata maaf, kamu mestinya malu sama Allah yang begitu murah memberikan
kata maaf-Nya.
~0~
ALLAH AJA MAAFIN
Rasul pernah
mendengar pengakuan seorang pemuda yang melakukan perbuatan menjijikkan dan dia
nggak bisa memaafkan perbuatan itu. Tapi, Allah langsung menegur Rasul. Cerita
lengkapnya begini ....
Waktu itu, ketika
Rasul ngumpuldi masjid, ada seorang pemuda yang terus menangis di luar masjid. Rasul
menyuruh Umar memanggil pemuda itu. Setelah ditanya tentang masalah yang sedang
dia hadapi, pemuda itu menceritakan sebuah pengalaman yang betul-betul
menjijikkan.
Suatu malam,
diam-diam, pemuda itu menggali kuburan seorang wanita. Kemudian, dia bermaksud menzinai
perempuan yang telah menjadi mayat itu. Tetapi, beberapa saat sebelum dia
melakukan niatnya, mayat itu berkata, “Apakah kamu akan melakukan perbuatan
hina dan membiarkanku dalam keadaan junub?” Pemuda itu merasa terguncang. Dia
menghentikan niatnya. Setiap kali ingat kejadian itu, dia selalu menangis keras
hingga pingsan.
Mendengar cerita pemuda
itu, wajah Rasul memerah dan menghardik pemuda itu, “Pergi Kau! Allah nggak
akan memaafkan perbuatanmu.”
Pemuda itu merasa
terpukul. Gimana nggak terpukul, biasanya Rasul selalu memaafkan orang yang
mengakui kesalahan di hadapannya. Tapi kali ini, Rasul malah menghardiknya.
Berarti, perbuatannya sangat hina sehingga Rasul pun nggak mau memaafkan.
Dengan sedih, pemuda itu berjalan menyusuri gurun dengan penyesalan yang tetep bersarang
di hatinya.
Setelah kejadian
itu, Allah mengutus malaikat menemui Rasul dan berkata, “Wahai Rasul, apakah kamu
yang menciptakan pemuda itu?” Rasul menjawab, “Tidak.”
“Apakah kamu yang
memberi rezeki pemuda itu?”
“Tidak.”
“Nah, mengapa kamu
menghukum pemuda itu? Padahal, yang berhak menghukum itu Allah?”
Rasul segera sadar
bahwa dia telah melakukan hal yang salah kepada pemuda tadi.
Kadang-kadang, ortu
atau guru kita merasa memiliki kekuasaan untuk menghukum kita karena
kesalahankesalahan kecil. Sering kali, kita dengar mereka bilang, “Kamu ini
sudah dikasih uang, dikasih semua kebutuhan, malah nakal. Dasar anak nggaktahu
diri!” Seolah-olah, mereka telah memiliki semua kehidupan kita sehingga mereka
berhak menghukum kita. Padahal, semua yang mereka berikan, itu, kan, rezeki
kita yang dititipkan melalui mereka.
Kita juga sering
menghukum orang lain karena kita berpikir bahwa kita memiliki rekening kebaikan
yang kita tanam di teman kita. Mungkin, kamu merasa sering membantu seorang
teman. Karenanya, kamu berhak menyuruh dia dan menghukum dia ketika dia berbuat
salah. No, Man! Nggak seorang pun berhak menghukum kesalahan orang lain.
Kesalahan milik semua orang. Setiap orang berhak memperbaiki kesalahannya. Hal
paling bijak yang bisa kita lakukan adalah membantu setiap orang untuk
menyadari kesalahannya dan menyuport dia supaya mau memperbaikinya.
~0~
BILA SURGA DAN NERAKA NGGAK
ADA
Waktu kecil dulu,
saya pernah berpikir, seandainya Allah memberikan teguran langsung jika kita
berbuat salah. Misalnya, setiap kali berbohong, tiba-tiba hidung kita jadi panjang
mirip Pinokio. Atau, tiap kali nyontek, kepala kita benjol.
Kalau caranya kayak
gitu, pasti orang-orang bakalan mikir seribu kali sebelum ngelakuinkesalahan.
Tapi, ternyata Allah nggak begitu. Dia sudah menentukan hukum kehidupan ini
dengan adil. Kita dikasih otak dan hati biar kita bisa menakar perilaku kita
sendiri.
Pertama kali
berbohong, pasti ada rasa bersalah dalam hati kita. Tapi, semakin sering
melakukannya, pasti kita ngerasabiasa-biasa aja. Kata Imam Al-Ghazâlî, hati
kita itu mirip cermin. Setiap kali kita melakukan dosa, pasti bakal ada satu
titik yang menodai cermin itu. Kalau kita terus-terusan melakukan dosa, pasti
cermin itu bakal dipenuhi titik-titik hitam sampe kita nggak bisa lagi melihat diri
kita di cermin itu. Kita nggak bisa lagi membedakan mana yang dosa dan mana
yang nggak.
Allah juga sudah
membuat aturan main lain. Allah menyiapkan persidangan di akhirat nanti untuk
membalas semua kebaikan dan kesalahan kita. Di sana, data kesalahan kita
tercatat rapi dalam sistem database yang supercanggih. Nggak ada satu pun yang
kelewat, bahkan kesalahan sebesar atom pun ada catatannya. Tapi, jangan takut.
Semua itu Allah siapinagar kita tetepwaspada, biar kita selalu ingetbahwa kita
juga manusia yang bisa bikin salah.
Oh, iya, adanya
hukuman atas kesalahan itu jangan jadi fokus kamu. Usaha untuk memperbaiki
kesalahanlah yang harus jadi fokus. Kita bisa belajar dari sufi wanita bernama Rabi’ah
Al-Adawiyah yang pernah bilang begini, “Kalau aku melakukan kebaikan karena
ingin surga-Mu, jangan izinkan aku masuk ke surga-Mu. Kalau aku tidak melakukan
kesalahan karena takut neraka, masukkanlah aku ke neraka!”
Kata-kata dari
Rabi’ah Al-Adawiyah itu dalembanget. Rabi’ah ngajarinkita cinta tingkat tinggi.
Dia ngajak kita buat mendasari semua perbuatan itu dengan rasa cinta, bukan
karena ingin balasan atau takut hukuman.
Dari syair Rabi’ah
inilah Ahmad Dani, pentolan grup band Dewa, bikin syair lagu yang dia nyanyikan
bareng sama Chrisye, “Bila surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau,
tunduk kepada-Nya?”
~0~
Thanks for reading
Love Share
Anna Lisstya #AL